Senin, 23 Maret 2009

Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari

Oleh : Dra. Nurhayati Zen, M.Ag

Pendidikan Islam sudah lama dikenal oleh masyarakat Ilmuwan Indonesia yakni bermula sejak masuknya ajaran agama Islam ke Indonesia yang dibawa oleh berbagai tokoh agama Islam itu sendiri, termasuklah di sini dua orang tokoh yang terkenal gigih berjuang menegakkan syari’at dan pendidikan Islam, yaitu : Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Untuk dapat mengenal pemikiran kedua tokoh di atas tentang pendidikan Islam di Indonesia maka perlu kiranya dikupas tentang latar belakang kehidupannya, biodata, dan riwayat hidup masing-masing.

A. Riwayat Hidup K.H Ahmad Dahlan
Menurut tulisan redaksi Haluan yang terbit di halaman muka bagian bawah hari Rabu tanggal 28 September 2005 atau 24 Sya’ban 1426 H no.259 tahun ke – LVI dengan judul Menentukan Awal Bulan Qamariyah : Antara Melihat dan Melihat Bulan, tertulis bahwa sesungguhnya syekh Djamil Djambek dan K.H.Ahmad Dahlan adalah dua tokoh hisab yang disebut orang juga sebagai pahlawan nasional yang sangat paham dengan ilmu hisab. Mereka berdua sudah dapat mengetahui kapan puasa sekian tahun mendatang. Kajian ini dikembangkan oleh kelompok tajdid (pembaharu). Maka di sini yang menjadi sorotan adalah tentang K.H Ahmad Dahlan
Nama kecilnya adalah Darwis, dilahirkan pada tahun 1869 Masehi di kampung Kauman Yogyakarta, dan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 Masehi, jadi dalam usia kurang lebih 54 tahun. Ayahnya seorang ulama bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman yakni seorang pejabat khatib di mesjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah puteri dari H.Ibrahim bin K.H.Hasan, seorang pejabat penghulu kesultanan. Dilihat dari garis keturunannya ini maka ia adalah anak orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat
Sejak kecil sosok Darwis sudah dikenal sebagai anak yang baik. Konon kabarnya sewaktu masih kanak-kanak Darwis bergaul akrab dengan kawan-kawan dan tetangganya. Darwis dikenal anak yang rajin, jujur, dan suka menolong, serta mempunyai kelebihan yaitu membuat kerajinan tangan seperti membuat barang-barang mainan. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila Darwis disayangi oleh teman-teman sepermainan dan teman sekampungnya.
K.H.Ahmad Dahlan bukanlah anak tunggal, tetapi ia mempunyai beberapa orang saudara Urutannya adalah sebagai berikut : 1). Nyai Katib Harun, 2). Nyai Muhsin (Nyai Nur), 3).Nyai H Saleh, 4). K.H.Ahmad Dahlan, 5).Nyai Abdurrahman, 6). Nyai Muhammad Fakih, 7). Basir.
Pada waktunya K.H. Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai Abdullah, janda dari H.Abdullah. Adapun istri-istri yang lainnya antara lain adalah Nyai Rumu, adik ajengan Penghulu Cianjur. Kemudian Nyai Shalikhah, puteri kanjeng Penghulu M.Syar’I, yakni adik dari K.Yasin Paku Alam Yogya, dan pada usia 24 tahun K.H.Ahmad Dahlan kawin dengan ibu Walidah binti Kiai Penghulu Haji Fadhil yang terkenal dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan yang mendampinginya sampai ia meninggal dunia.
Dari perkawinannya K.H Ahmad Dahlan dikaruniai anak empat orang putri dan dua orang putra, yakni : pada tahun 1890 lahir putri pertama yang diberi nama Johanah. Lalu tahun 1898 lahir putri kedua yang bernama Siraj Dahlan. Kemudian pada tahun 1903 lahir anak yang ketiga bernama Siti Busyro. Pada tahun 1905 lahir anak yang keempat dan kelima yang diberi nama Siti Aisyah dan Irfan Dahlan (kembar). Dan pada tahun 1908 lahir anak yang keenam dinamai dengan Siti Zuhara .
K.H.Ahmad Dahlan menghembuskan nafas terakhir di rumah kediamannya di kampung Kauman Yogyakarta. Jenazahnya dimakamkan di kampung Karangkajen kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Pemakamannya mendapat sambutan yang besar dari segenap lapisan masyarakat sampai-sampai sekolah-sekolah negeri maupun swasta ditutup untuk menghormati kepergiannya. Di sepanjang jalan yang dilalui banyak orang yang berhenti dan berdiri memberi penghormatan.
Menurut Weinata Sairin, KH.Ahmad Dahlan ini dibesarkan di kampung Kauman. Kauman berasal dari kata “kaum” yang asal katanya adalah Qaum yang mengandung makna pejabat keagamaan. Kampung tempat mesjid itu berada disebut kampung kauman karena disitulah tempat tinggal para qaum, santri, dan ulama-ulama Islam yang bertugas memelihara mesjid itu. Kampung Kauman ini terletak ditengah-tengah kota Yogyakarta.yang penduduknya taat beragama .
Warga kampung ini terkenal dengan orang-orang yang fanatik. Kehidupan mereka makmur secara material, sejahtera dalam segi ekonomi, sebab pada umumnya penduduk bekerja sebagai saudagar batik, begitu juga dari segi sosial dan kerohanian. Itulah pula sebabnya penduduk tidak suka dengan penjajah, bahkan boleh dikatakan anti penjajah. Penjajah di sini dianggap kafir.

B. Riwayat Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Pendidikan yang dilalui oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah pendidikan secara tradisional. Menurut Weinata Sairin dalam bukunya menyatakan bahwa K.H.Ahmad Dahlan mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya. Dalam pendidikan itu Darwis diajarkan materi untuk menghafal sifat-sifat Allah, serta membaca kitab suci Al-Qur’an sebagimana dicontohkan ayahnya, tanpa memahami arti sifat-sifat Allah maupun makna yang terkandung dalam Al-Qur’an yang dibacanya .
Kemampuan membaca dan menulis selain diperolehnya dari ayahnya juga didapatkannya dari sahabat dan saudara iparnya. Kecerdasan dan keuletan Darwis sebagai anak kampung kauman mulai terbukti, sebab pada usia delapan tahun ia telah berhasil menyelesaikan pelajaran membaca kitab suci al-Qur’an serta menghafal dua puluh sifat-sifat Allah. Darwis tidak dimasukkan ke sekolah pemerintah oleh orang tuanya, karena sekolah pemerintah itu didirikan oleh penjajah yang dianggap kafir itu.
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki Darwis itu ayahnya menganggap sudah cukup memadai untuk meningkatkan pengetahuannya ke tingkat yang lebih, maka ayahnya mengirimnya kepada guru-guru lain untuk memperdalam ilmunya.
Menurut Abdul Munir Mulkam dalam bukunya Warisan Intelektual K.H.Ahmad Dahlan dapat diketahui bahwa ; Darwis belajar ilmu Nahwu kepada Kiai Haji Muhsin, dan gurunya yang lain adalah Kiai Haji Abdul Hamid. Disamping itu yang mengajarkan ilmu falaq adalah K.H.Raden Dahlan yakni salah seorang putra dari Kiai Temmas. Terakhir Ilmu Hadis dipelajarinya dari Kiai Mahfud dan syekh Khayath . Berikutnya lagi K.H. Ahmad Dahlan belajar Qira atul Qur’an kepada Syekh Hassan, serta ilmu-ilmu lainnya diterimanya dari R. NG Sosro Soegondo, R.Wedana Dwi Josewoyo, dan syekh M Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Dari pengalaman pendidikan yang dilaluinya patut dipahami bahwa akhirnya Darwis tumbuh sebagai seorang yang arif yang tajam pemikirannya dan mempunyai pandangan jauh ke depan serta keinginannya yang kuat untuk menambah ilmu pengetahuan. Keinginan itu terbukti pada usia 22 tahun saat ia menunaikan ibadah haji tepatnya pada tahun 1890 atas bantuan kakaknya Nyai haji Soleh . Selama berada di Mekkah digunakannya waktunya sebaik mungkin untuk belajar, salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib dan ia berguru juga kepada Imam Syafii, Sayyid Baqir Syanta. Sejak itulah namanya ditukar menjadi Ahmad Dahlan. Dengan perantaraan K.H.Baqir itu pulalah K.H. Ahmad Dahlan dapat bertemu dengan Rasyid Ridha yang ketika itu sedang berada pula di Mekkah. Di tangan Rasyid Ridha dia dapat bertemu dengan aliran Muhammad Abduh ketika keduanya bertukar fikiran.
Tahun 1903 Ahmad Dahlan kembali mengunjungi Mekkah dan menetap disana selama 2 tahun . Pada kesempatan itu beliau menuntut ilmu agama Islam seperti tafsir, tauhid, fiqhi, tasawuf, ilmu Falaq, dan sebagainya. Di antara ilmu-ilmu yang menarik hatinya adalah tafsir Al-Manar karangan Muhammad Abduh. Tafsir ini memberi cahaya dalam hatinya serta membuka fikirannya untuk memajukan Islam di Indonesia. Sepulang dari haji pada tahun 1892 seseorang memberinya modal kerja sebanyak 500 gulden. Akan tetapi karena perhatian beliau tidak terpusat kepada masalah bisnis (perdagangan), maka uang sebanyak itu akhirnya habis untuk membeli buku-buku dan kitab ilmu pengetahuan. Begitulah besar perhatiannya terhadap pengetahuan dibanding dengan mencari harta kekayaan.

C.Riwayat Pekerjaan K.H Ahmad Dahlan
Seperti uraian diatas bahwa sejak kecil Darwis (K.H Ahmad Dahlan) suka bekerja membuat mainan dan bersahabat karib dengan teman sebaya dan tetangga. Setelah beranjak dewasa Darwis belajar secara tradisional. Setelah meraih berbagai ilmu dari guru-guru terpilih maka dia masih tetap berusaha membeli buku-buku untuk dibaca dan dibahas. Sampai Darwis melakukan perjalanan ke Mekkah dan bertukar nama disana. Sepulang dari Mekkah mulai membantu ayahnya memberi pelajaran kepada murid-murid ayahnya yang masih kanak-kanak sampai menjelang dewasa. K.H.Ahmad Dahlan mengajar di waktu siang ba’da Zuhur, malam ba’da Magrib, sampai Isya. Pada sore ba’da Asyar dan mengikuti pelajaran ayahnya yang diperuntukkan bagi orang-orang tua. Bila ayahnya berhalangan dia menggantikan sebagai wakilnya. Lama-lama ia diberi gelar kiai oleh masyarakat baik murid-muridnya maupun orang-orang tua sampai kepada masyarakat banyak. Jadilah namanya lengkap dipanggil dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan.

D. Pemikiran K.H.Ahmad Dahlan
Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan memang dipengaruhi oleh lingkungannya. Sejak kecil ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Qauman (santri),baik itu dari garis keturunan orang tuanya maupun dari kehidupan masyarakatnya. Oleh sebab itu ia mempunyai cita-cita yang kuat untuk meluruskan pola pikir masyarakat, antara lain :
1. Mengajak masyarakat Islam untuk memperbaiki arah kiblat mesjid-mesjid di Jawa ke arah yang lurus dan benar, yakni ke arah Barat Laut, ke arah Ka’bah. Untuk mewujudkan gagasan itu Ahmad Dahlan mulai melakukan diskusi pada forum-forum pengajian orang tua yang dipimpin oleh Kiai Lurah H.M Nur, seorang pemuka agama terkenal di Yogyakarta. Dan rupanya usaha baik ini mendapat perlawanan sengit dari pemerintahan dan kesultanan Yogya sampai-sampai mesjid yang dibangun oleh Ahmad Dahlan pada perbaikan surau peninggalan ayahnya dibongkar oleh petugas pemerintahan.setelah beberapa bulan siap diperbaikinya pada tahun 1899 dengan alasan kiblatnya tidak sama dengan arah kiblat mesjid Agung Yogyakarta. Sebenarnya alasan pembongkaran itu hanyalah karena kearoganan para pemegang pemerintahan ketika itu. Weinata mengatakan penolakan itu adalah karena sang penghulu, yakni Kiai Penghulu H.M.Khalil Kamaluddiningrat sebagai orang kedua sesudah Sultan, merasa kedudukannya dilampaui oleh Ahmad Dahlan.
2. Masalah Hari raya idul Fitri
Ahmad Dahlan menilai penentuan hari raya Idul Fitri dengan sistem aboge di Jawa tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi kaidah keilmuan maupun dari segi ajaran Islam. Menurut pemikiran Ahmad Dahlan dengan dasar perhitungan ilmu hisab maka hari raya akan tepat jatuhnya pada tanggal 1 Syawal, dengan munculnya bulan di arah barat. Dengan demikian tanpa memandang hari jika hari itu menurut perhitungan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Idhul fitri harus dirayakan. Ahmad Dahlan menyampaikan buah pikirannya itu kepada Sultan dengan diantar oleh Kanjeng Penghulu Khalil. Pendapat itu dapat diterima Sultan. Sampai sekarang dilaksanakanlah penghitungan jatuh waktu untuk hari raya Idul Fitri berdasarkan perhitungan hisab.
3. Penolakan terhadap bid’ah dan khurafat
Bid’ah ialah suatu pekerjaan atau perkataan yang diada-adakan sesudah masa Rasulullah SAW, tetapi pekerjaan atau perkataan itu tidak pernah dilaksanakan oleh Rasul, para sahabat, dan tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan hadis. Khurafat adalah tahyul hal-hal yang tidak masuk akal atau perkara-perkara yang sulit dipercaya kebenarannya yang saling bertentangan antara satu sama lain dan tidak terdapat dalam ajaran Islam, contohnya antara lain:
a. Upacara selamatan pada waktu ada yang meninggal, mbedah bumi atau ngesur tanah pada hari ke 3, ke 7 , ke 40, ke 100, ke setahun, 2 tahun dan hari ke 1000.
b. Selamatan pada waktu seorang ibu mengandung 7 bulan.
c. Selamatan pada waktu kelahiran.
d. Pengkeramatan terhadap kuburan dan orang suci yaitu dengan melakukan ziarah kubur dan meminta doa restu kepada roh orang yang telah meninggal.
e. Pengkeramatan terhadap kiai atau wali.
f. Upacara tahlil dan talqin
g. Kepercayaan terhadap jimat. Di lingkungan keraton benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan tertentu dan dianggap sebagai jimat. Di pedesaan benda-benda sederhana dianggap mempunyai kekuatan gaib sehingga dianggap jimat.

Pendidikan Agama Islam gagasan Ahmad Dahlan yang terpenting dicatat adalah memasukkan pendidikan agama Islam kedalam sekolah yang dikelola oleh pemerintah. Ia sendiri pernah menjadi pengajar agama Islam di Kweekschool Jetis-Yogyakarta sekitar tahun 1910. Walaupun masih bersifat ekstra kurikuler dan dilaksanakan pada hari Sabtu sore dan Minggu pagi namun peristiwa itu merupakan peristiwa yang pertama bahwa agama Islam diajarkan di sekolah.

E. Riwayat Hidup K.H Hasyim Asy’ari
K.H Hasyim Asy’ari sebenarnya hampir sama dengan K.H.Ahmad Dahlan, yakni tokoh yang telah meninggalkan kita berpuluh-puluh tahun yang lalu, namun gema dan peranannya masih kita rasakan sampai sekarang. Gema itu berkumandang dalam berbagai aspek kehidupan; sosial kultural, keagamaan, dan politik.
Dalam tulisan ini penulis tidak banyak menemukan bahan referensi tentang K.H Hasyim Asy’ari, hanya antara lain : yang terdapat dalam buku biografi Rais ‘Am Nahdhatul Ulama, hasil editor cucu Hasyim yang bernama Abdurrahman Wahid, dan sahabat-sahabatnya seperti Zamakhsyari Dhofier, M.Yunus Noor, dan Humaidi Abdussami, Badrun Alaina, Ismail S, Ahmad Hairussalim HS, dan Ridwan Fakla AS.
K.H.Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tahun 1871, di tengah-tengah meningkatnya Islamic Revivalisme, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia Islam yang berpusat di Timur Tengah khususnya di Makkah, dan meninggal pada tahun 1947. Jadi rentang umurnya di dunia adalah sepanjang 76 tahun . Suasana sosial kemasyarakatan yang berkembang ketika itu adalah perasaan anti kolonial, nasionalisme Arab, dan pan Islamisme di dunia Islam. Faktor-faktor inilah yang membentuk kepribadian dan watak kepemimpinan Kiai Hasyim Asy’ari karena sewaktu berusia 20 tahun ia menghabiskan waktu selama 8 tahun tinggal di Makkah untuk memperdalam ilmunya. Orang tua dan kakeknya adalah pemimpin-pemimpin pesantren yang berpengaruh di desa-desa di seputar daerah Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asy’ari dilahirkan sebagai orang yang amat cerdas dan memiliki bakat kepemimpinan Ini ditunjukkannya bahwa pada umur 12 tahun ia telah mampu mengajar para santri di pesantren orang tuanya. Sepanjang umurnya itu berjalan pula sejarah kehidupan bangsa Indonesia, yakni terjadinya fase perubahan sosial kultural dan politik yang cukup fundamental, yakni :
1. fase akhir abad ke 19. Bernhard Dahm menyebutnya sebagai fase the secound Islamic wave.
2. fase the ethicalpolicy yang dimulai tahun 1900.
3. fase awal pertumbuhan organisasi-organisasi nasionalisme modern yang dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908.
4. fase tercapainya konsensus gerakan nasionalisme modern sejak tahun 1924, yakni ketika cita-cita kemerdekaan telah mencapai bentuk yang kongkrit untuk mendirikan Indonesia merdeka yang meliputi seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda.
5. fase Perang Kemerdekaan .

F. Riwayat Pendidikan Hasyim Asy’ari
Tidak banyak informasi yang penulis dapatkan tentang perjalanan pendidikannya. Hanya saja dari tulisan Zamakhsyari Dhofier dapat dikutip bahwa Hasyim Asy’ari tidaklah belajar secara formil pada sekolah-sekolah pemerintah, akan tetapi Hasyim belajar di mesjid dengan guru-guru yang bernaung di mesjid, termasuk ia belajar dari ayahnya tentang ilmu-ilmu agama dan lain lain. Guru besar yang sangat mempengaruhi jalan fikiran Hassyim Asy’ari adalah Syaikh Makhfudh at-Tarmizi, yakni yang mengikuti tradisi Syaikh Nawawi dan Syaikh Sambas. Hasyim sangat mempertahankan ajaran-ajaran mazhab dan pentingnya praktek-praktek tarekat. Menurut Hasyim untuk menafsirkan Qur’an dan hadis tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazahib hanya akan memutar balikkan ajaran Islam yang sebenarnya.
Kiai Hasyim Asy’ari semula menjadi santri keliling. Ia adalah murid Kiai Khalil Bangkalan, Kiai Zainuddin Mojosari di Nganjuk, dan Kiai Khazin dari Siwalan Panji (Sidoarjo). Di samping itu Hasyim juga pernah belajar dengan syekh Ahmad Khatib dari Sumatera Barat, kemudian dengan Muhammad Abduh di Mekkah selam 1 tahun yakni tahun 1932 – 1933. Kiai Hasyim Asy’ari jadi disegani orang karena kedalaman ilmu ilmu agamanya dan karena itu ia mendapat gelar Hadratus Syaikh.

G. Riwayat Pekerjaan Hasyim Asy’ari
1. Dalam muktamar pertama Nahdhatul ulama di Jombang Jawa Timur ditetapkanlah Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar. Di samping itu ia juga harus melakukan banyak hal di luar daerah Jombang untuk kepentingan Nahdhatul Ulama, antara lain menjadi penghubung antara pengurus besar dan para tokoh organisasi di daerah Pantai Utara Jawa Tengah, yakni yang menjadi daerah asal-usul kelahirannya.
2. Kiai Hasyim Asy’ari bekerja pula sebagai pengasuh pesantren Tebuireng dan menjadi guru bagi para kiai muda yang menjadi tulang punggung pelaksanaan kegiatan Nahdlatul Ulama.
3. Pesantren Tebuireng ini didirikan oleh KH.Hasyim Asy’ari pad tahun 1899. Pesantren ini sejak berdiri tahun 1899 sampai 1916 melakukan sistem pengajaran sorogan dan bandongan dipadu dengan sistem musyawarah terutama bagi santri senior.
4. NU adalah organisasi yang didirikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari pada tahun 1926.

H. Pemikiran Kiai H.Hasyim Asy’ari
1. Kiai Hasyim asy’ari memainkan peranan penting dalam modernisasi daerah Tebuireng.
2. Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais ‘Am Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun hal itu ditolak oleh ayahnya, Asy’ari dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan kiai senior.
3. Pada tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka sistem pengajaran berjenjang. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa persiapan untuk memasuki masa lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awal dan siffir tsani itu diajarka bahasa Arab sebagai landasan penting pembedah khazanah ilmu pengetahuan Islam.
4. Kurikulum madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran bahasa Belanda dan sejarah.
5. Kiai Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai-nilainya telah menyimpang dari kebenaran ajaran Islam.
6. Menurut hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadis dan pentingnya praktek tarikat.

Penutup
1. Tokoh pendidikan Islam Indonesia ini, K H Ahmad Dahlan dan K H Hasyim Asy’ari pantas diberi penghargaan atas usaha-usaha mereka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Semangat juang kedua tokoh pendidikan Islam ini pantas ditiru oleh generasi penerus.
3. Sikap dan cita-cita kedua tokoh ini perlu dipedomani untuk menentukan arah dan langkah generasi sekarang dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Oleh sebab itu para pendidik harus memperkenalkan kepada peserta didik kedua tokoh pendidikan Islam ini untuk menjadikan beliau sebagai idola.




1 komentar: