Oleh : Drs.H. Raichul Amar, M.Pd (Dosen Prodi IIP)
Upaya mencerdaskan umat adalah tuntutan yang paling mendasar dari ajaran Islam. Pencerdasan ummat itu diawali dengan memotivasi kebiasaan untuk membaca. Motivasi awal itu secara jelas dikemukakan melalui wahyu pertama yang dimulai denga perintah membaca (iqra).
Di Indonesia, kebiasaan membaca itu juga secara tegas dikemukakan bahwa pendidikan dislenggarakan degan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat (Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Akan tetapi, karena berbagai keterbatasan, maka membangun budaya membaca tidak bisa hanya dibebankan kepada lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, akan tetapi juga dengan mengadakan berbagai sarana, mulai perpustakaan, rumah baca, dan lain-lain.
Presiden RI DR. H. Soesilo Bambang Yudhoyono, pada saat meresmikan Perpustakaan Proklamator Moh. Hatta di Bukittinggi tanggal 21 September 2006 mengemukakan: “semoga dari perpustakaan proklamator Bung Hatta ini, lahir inspirasi, inovasi dan pikiran-pikiran untuk membangun masa depan bangsa.” Pada kesempatan lain beliau menjelaskan : “Saya ingi membangun perpustakaan atau library dengan buku-buku yang cukup, agar bersama teman-teman bisa membicarakan apa yang dapat kita lakukan untuk rakyat, membantu presiden dan pemerintah yang sedang menjalankan tugasnya” (Dino Patti Djalal, 2008 : 101).
Karena berbagai keterbatasan yang ada pada perpustakaan sekolah, perpustakaan umum atau perpustakaan khusus lainnya, maka dirasa perlu untuk mendirikan rumah baca yang koleksinya khusus tentanglingkungan hidup. Kenapa ? kerusakan lingkungan hidup merupakan fenomena yang semakin mencemaskan. Berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan itu semakin berkembang, sehingga tingkat kerusakan itu semakin parah, dan bahkan semakin mengancam daya dukung lingkungan dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Semanjak 1997, krisis moneter mulai menghantam Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal itu berlanjut dengan terjadinya krisis politik, euphoria kebebasan, sehingga terjadilah krisis multi dimensi, ekonomi semakin terpuruk, pembangunan terhenti, pengangguran semakin meluas, sehingga yang setiap orang bersikap dan berprilaku yang mengambil jalan pintas untuk hidup atau bertahan untuk hidup. Euphoria kebebasanpun semakin melanda hutan, sehingga dimana-mana terjadi penjarahan hutan dengan alas an demi kehidupan. “Kerusakan hutan Indonesia terparah dunia, 1,9 juta hektar hutan rusak setiap tahun (setara dengan luas 6 lapangan bola setiap menit). Indonesia telah kehilangan lebih dari 72 % hutan alami asli, 40 % hutannya hancur total” (Kompas, 16 April 2006)
Masalah lingkungan hidup semakin diperparah lagi karena kognisi, sikap dan prilaku yang kurang paham terhadap prinsip-prinsip ekologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu solusi yang ditawarkan adalah melalui pendidikan lingkungan hidup. Namun demikian lagi-lagi hal ini mengalami keterbatasan, dengan artian bahwa tidak semua orang bias sanggup dan berkesempatan untuk mengikuti pendidikan lingkungan hidup itu. Apalagi, tidak semua lembaga pendidikan, terutama formal mempunyai komitmen yang optimal untuk memberikan materi pendidikan lingkungan hidup bagi peserta didik. Bagi lembaga pendidikan yang sempat menetapkan pilihan untuk memberikan pendidikan lingkungan hidup, itu-pun masih terkait dengan beberapa persoalan diseputar pendekatan yang dilakukan (monolitik atau integrative), atau apakah sebagai muatan lokal. Untuk itulah, sebagai salah satu bentuk partisipasi anggota masyarakat dalam keikutsertaan meningkatkan kecerdasan lingkungan hidup, maka penulis merasa terpanggil untuk membuka rumah baca yang khusus untuk itu.
Hal ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulis yang sejak tahun 1984 sudah mulai mengamati secara otodidak melalui hobi fotografi dan mengoleksi buku yang terkait dengan lingkungan hidup. Pengalaman ini semakin menguat, karena dalam kelanjutan studi S2 penulis di PPS IKIP Rawamangun Jakarta, berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup. Setelah itu, setidaknya ada 3 hal yang terjadi pada diri penulis, yaitu :
1. Semakin penulis bacadan pelajari permasalahan lingkungan hidup, penulis semakin lama semakin tahu.
2. Apabila pengetahuan lingkungan hidup yang masih terbatas itupenulis kaitkan dengan ajaran Islam, ternyata ajaran al-Qur’an dan al-Hadits mempunyai kandungan dan konsep mendasar yang cukup integrative tentang lingkungan hidup.
3. Alangkah lebih bermamfaatnya apabila koleksi buku/informasi lingkungan hidup yang telah penulis miliki itu, juga dibaca oleh pembaca lain.
Rumah Baca Lingkungan Hidup itu diberi nama Al Syajarah. Al Syajarah diambil dari kata bahasa Arab yang berarti pohon. Pohon merupakan salah satu komponen yang sangat berarti dari sebuah siklus hidrologi, yang sangat menetukan dan menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan hidup da kehidupan makhluk apa saja.
Visi rumah baca ini adalah : Meningkatkan kepedulian hidup melalui budaya membaca. Visi tersebut dijabarkan menjadi misi :
a. Membangun budaya baca lingkungan hidup masyarakat
b. Menggalang partisipasi masyarakat dalam membangun dan mengembangkan budaya membaca lingkungan hidup.
Dengan demikian, ke depan, rumah baca ini diharapkan akan berkembang menjadi pusat informasi yang dapat mengakses database yang ada pada sumber informasi lainnya, pusat kegiatan belajar-mengajar/pengembangan ilmu pengetahuan, pusat penelitia, pusat sosialisasi, tempat mengemangkan minat dan budaya membaca, dan sebagai gallery atau museum dengan fungsi rekreasi yang akademik.
Rumah baca ini terelatak di rumah kediaman penulis beralamat Jalan Kampung Baru No. 13 A Lubuk Lintah Padang. Bangunan rumah ini berukuran 8 x 12, 5 m dengan 3 kamar, 1 ruangan tengah tamu, dan 1 ruangan belakang. Ruangan tengah/tamu itulah yang separohnya dikemas menjadi tempat memajang koleksi. Konten buku/koleksi awal saat peresmian rumah baca ini berjumlah sekitar 328 judul buku lingkungan hidup, 1000 lembar foto lingkungan hidup ukuran 10 R, dan 11.000 foto ukuran 3 R. Buku–buku itu dipajang di atas sarana yang memungkinkan, dan sebagian foto itu dipajang di dinding ruang tamu dan belakang.
Rumah Baca Lingkungan Hidup ini diresmikan pada tanggal 17 Ramadhan 1429 H/bertepatan dengan 17 September 2008. peresmian rumah baca ini dilakuka oleh seluruh hadirin secara bersama-sama dengan menandatangani semacam prasasti dan pemebrian kata sambutan antara lain oleh :
1. Dekan Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang, yang diwakili Pembantu Dekan I Dr. H. Yufni Faisol, MA : “Keberadaan rumah baca ini diharapkan akan menjadi mata rantai ibadah yang akan mengalir tiada henti.”
2. Pimpinan Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia yang diwakili Pembantu oleh Sekretaris Jenderal IPI, Drs.H. Zulfikar Zen, MA (yang juga adalah Sekretaris Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Budaya Universitas Indonesia Jakarta) mengatakan : “Saya salut dan bangga apa yang telah dilakukan. Sebenarnya kami malu dengan Pak Men, karena kami yang dari latar belakang substansi ilmu perpustakaan, belum sempat berbuat seperti apa yang dilakukan oleh beliau.”
3. Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Jakarta, Fuad Gani, SS., MA, : “Sampai saat ini, sebagian besar kita masih diselimuti psychological barrier terhadap penggunaan perpustakaan. Buku, pada dasarnya merupakan sumber peradaban bangsa. Negeri kita adalah sangat kaya dengan karya budaya, yang untuk masa depan mengharapkan kepandaian kita untuk mengorganisir informasinya, salah satunya adalah seperti rumah baca yang telah diprakarsai oleh Pak Amr.”
4. Dr. H. Ardinis Arbain (Mantan Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas) : “Pak Raichul adalah tokoh yang penuh kejutan. Apa yang sudah diperbuat Pak Raichul telah mendahului apa yang seharusnya telah kami lakukan di Unand. Apa yang beliau lakukan akan menumbuhkan sejuta harapan di masa depan untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak parah.”
Pada upacara peresmian rumah baca. Bapak Zulfikar Zen dan Fuad Gani sekaligus menyerahkan bantuan sumbangan buku dari Menteri Lingkungan Hidup RI yang mendekati lebih dari 100 judul.
Karena tenaga dan sarana layanan yang masih sangat terbatas, maka jam kerja rumah baca ini masih terbatas dan disesuaikan dengan perjanjian. Paling tidak, secara kuantitatif, sebanyak 40 orang mahasiswa D3 Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Fakultas Adab, 40 orang santri Pesantren Ramadhan Mushalla Shirathal Mustaqim, beberapa orang dosen dari Universitas Padjadjaran Bandung, UI Jakarta, pejabat-pejabat dari Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta, PDII-LIPI Jakarta, PPLH Regional Sumatera Pekan Baru, Bapedalda Sumbar, Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Padang, Bapedalda Koata Padang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Padang, Tim Pemantau/Verifikasi Adipura 2007,2008, Ir. Sabar Ginting, MBA, Drs. Mangusara Lubis, M.Si, Prof. Dr. Sulistiyo Basuki, AAM, Kalangie Pandey.
Pada tanggal 20 Januari 2009 rumah baca ini telah berfungsi sebagai sarana sosialisasi pemilahan sampah rumah tangga yang diikuti oleh 23 orang peserta dari ibu-ibu DW IAIN Imam Bonjol Padang, Kanwil Agama Sumbar, Pengadilan Tinggi Agama, Balai Diklat Keagamaan, Majlis Taklim. Acara ini dibuka oleh Gubernur Sumbar yang diwakili oleh Kepala Biro Bina Sosial Setda Prop. Sumbar, Bapak H. Abdul Gafar, SE,MM. turut memberikan sambutan antara lain : Rektor IAIN Imam Bonjol Padang, Kepala Bidang Penais Kanwil Agama Sumbar, Kepala Bapedalda Kota Padang, KEPALA Dinas Kebersihan da Pertamanan Kota Padang. Sesuai dengan namanya, maka rumah baca ini memang ibarat sebatang pohon yang baru tumbuh, yang diharapkan akan lebih tumbuh kembang lagi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar