Sabtu, 09 April 2011

Menggagas Jaringan Kerjasama Perpustakaan

Oleh : Drs. Arwendria, M.Si (Dosen IIP & Diploma III PAD FIBA)

Jaringan perpustakaan merupakan suatu sistem hubungan antar perpustakaan, yang diatur dan disusun menurut berbagai bentuk persetujuan, yang memungkinkan komunikasi dan pengiriman secara terus menerus informasi bibliografis maupun informasi-informasi lainnya, baik berupa bahan dokumentasi maupun ilmiah. Selain itu, jaringan perpustakaan juga menyangkut pertukaran keahlian, menurut jenis dan tingkat yang telah disepakati


Pendahuluan

Pendidikan adalah unsur penting dalam pembangunan. Sedemikian pentingnya, UNDP memasukkan unsur kualitas pendidikan dalam perhitungan Human Development Index. Menurut Human Development Report tahun 2005 yang dikeluarkan oleh UNDP pada tahun 2007, Indonesia menempati peringkat ke-107 pada kualitas sumber daya manusia. Nilai human development index Indonesia adalah 0,728 yang merupakan agregat dari indeks pendidikan (education index) sebesar 0,80, indeks harapan hidup (life expentancy index) sebesar 0,69 dan indeks produk domestik bruto (gross domestic product index) sebesar 0,58. Dengan nilai tersebut, maka Indonesia menempati kategori middle human development index.
Namun selama enam dekade sejak Indonesia merdeka, kualitas pendidikan Indonesia disinyalir hanya berjalan ditempat. Meskipun dalam konstitusi dasar terdapat kewajiban untuk menganggarkan sebesar 20 persen dana untuk pendidikan, namun realisasinya tidaklah demikian. Anggaran pendidikan pada tahun 2005 hanya sebesar 8-9 persen. Anggaran dalam APBN banyak digunakan untuk membayar utang.

Kondisi tersebut semakin memprihatinkan dengan tidak meratanya tingkat pendidikan di Indonesia yang banyak disebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan di setiap daerah. Kenyataan menunjukkan bahwa hampir semua sekolah yang memiliki reputasi baik, memiliki perpustakaan yang baik pula. Akses terhadap sumber pengetahuan lebih banyak dimiliki oleh institusi pendidikan di daerah daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Tantangan adalah, bagaimana meratakan akses ilmu pengetahuan ke institusi lain yang memiliki keterbatasan akses. Sangat disadari bahwa perpustakaan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Untuk mencapai hal itu, perpustakaan perlu menjalin kerjasama dan berbagai informasi antara satu dengan yang lainnya untuk memperluas jangkauan akses pengguna. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat mengurangi waktu dan biaya untuk mencari bahan pustaka di perpustakaan yang tersebar secara geografis. Kerjasama pertukaran data dapat merintis interlibrary loan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penetrasi dan kualitas ilmu pengetahuan dan budaya di masyarakat.

Akan tetapi, menghubungkan perpustakaan di Indonesia, bahkan di Sumatera Barat bukan merupakan hal yang mudah. Setiap perpustakaan biasanya mengimplementasikan sendiri sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini menjadikan setiap sistem perpustakaan yang ada berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu, kepemilikan data serta keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang perpustakaan untuk menyediakan datanya agar bisa diakses oleh yang lain. Paling tidak ada empat hal yang menjadi penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data perpustakaan di Indonesia.

1. Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di setiap perpustakaan.
2. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda-beda
3. Kultur kepemilikan data yang kuat dan posessive
4. Kekhawatiran akan masalah keamanan data

Selain itu, kondisi perpustakaan sekolah pada umumnya masih sangat memprihatinkan. Minimnya koleksi, kurangnya Sumber Daya Manusia yang handal, terbatasnya anggaran dan penentu kebijakan merupakan kendala untuk meningkatkan mutu layanan perpustakaan. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut ialah dengan membangun kerjasama antar perpustakaan. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka untuk pengembangan layanan perpustakaan. Perpustakaan sebagai pusat informasi dan dokumentasi tidak hanya mampu mengadakan dan menyediakan informasi tetapi yang terpenting ialah bagaimana informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna.

Pentingnya Jaringan Kerjasama antarPerpustakaan

Jaringan perpustakaan (library networking) adalah kumpulan perpustakaan yang melayani sejumlah badan, instansi atau lembaga atau melayani berbagai instansi yang berada di bawah wilayah hukum tertentu (yurisdiksi) dan memberikan sejumlah jasa sesuai dengan rencana terpadu untuk mencapai tujuan bersama. Berarti jaringan perpustakaan merupakan suatu sistem hubungan antar perpustakaan, yang diatur dan disusun menurut berbagai bentuk persetujuan, yang memungkinkan komunikasi dan pengiriman secara terus menerus informasi bibliografis maupun informasi-informasi lainnya, baik berupa bahan dokumentasi maupun ilmiah. Selain itu, jaringan perpustakaan juga menyangkut pertukaran keahlian, menurut jenis dan tingkat yang telah disepakati. Jaringan ini biasanya berbentuk organisasi formal, terdiri atas dua perpustakaan atau lebih, dengan tujuan yang sama. Untuk mencapai tujuan tersebut, disyaratkan untuk menggunakan teknologi telekomunikasi dan komputer atau TI. Kerjasama perpustakaan dalam bentuk jaringan ini penting agar semua informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama secara maksimal bagi pemakai. Manfaat jaringan tersebut antara lain: menyediakan akses yang cepat dan mudah meskipun melalui jarak jauh; menyediakan akses pada informasi yang tak terbatas dari berbagai jenis sumber; menyediakan informasi yang lebih mutakhir yang dapat digunakan secara fleksibel bagi pemakai sesuai kebutuhannya; serta memudahkan format ulang dan kombinasi data dari berbagai sumber.

Pengertian kerjasama perpustakaan sekolah artinya kerjasama yang melibatkan 2 perpustakaan sekolah atau lebih. Kerjasama ini diperlukan karena tidak satu pun perpustakaan sekolah dapat berdiri sendiri dalam arti koleksinya mampu memenuhi kebutuhan informasi pemakainya. Perpustakaan sebesar Library of Congress pun dengan butir koleksi sebesar 95 000 000 pun masih mengandalkan pada kerjasama antarperpustakaan untuk memenuhi informasi pemakainya. Dengan demikian bagi perpustakaan sekolah yang lebih kecil koleksinya, kerjasama antarperpustakaan sekolah merupakan syarat mutlak untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakainya.

Kerjasama perpustakaan sekolah dilakukan berdasarkan konsep bahwa kekuatan dan efektivitas kelompok perpustakaan sekolah akan lebih besar dibandingkan dengan kekuatan dan efektivitas perpustakaan sekolah masing-masing. Prinsip ini dikenal dengan sinergi artinya gabungan beberapa kekuatan akan lebih besar daripada kekuatan masing-masing. Misalnya ada 4 pustakawan (A,B,C dan D), masing-masing hanya kuat memanggul beras seberat 50 kilogram jadi jumlahnya 200 kg. Namun bila A, B, C dan D bersama-sama mengangkat beras, maka jumlah beras yang dipanggulnya lebih dari 200 kg katakanlah 220 kg. Demikian pula dengan konsep kerjasama perpustakaan sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut: K (P1 + P2 + ... + Pn> K P1 + KP2 + ... +K Pn dengan pengertian bahwa K adalah kekuatan dan efektivitas, P1 + P2 + ... + Pn adalah masing-masing kekuatan dan efektivitas masing- masing perpustakaan sekolah. Bila kekuatan dan efektivitas kelompok lebih besar daripada kekuatan dan efektivitas masing- masing perpustakaan sekolah maka kerjasama perlu dilakukan. Bilamana efektivitas dan kekuatan gabungan perpustakaan sekolah sama dengan kekuatan dan efektivitas masing-masing perpustakaan sekolah, maka kerjasama perpustakaan sekolah perlu ditanyakan. Situasi itu dirumuskan sebagai berikut: K (P1 + P2 + ... + Pn) = K P1 + KP2 + ... +K Pn. Dalam hal kekuatan dan efektivitas gabungan perpustakaan sekolah lebih kecil daripada kekuatan dan efektivitas masing-masing perpustakaan sekolah, maka kerjasama tidak perlu dilakukan. Situasi tersebut dirumuskan sebagai K (P1 + P2 + ... + Pn) < K P1 + KP2 + ... +K Pn 2. Jaringan adalah kerjasama antara perpustakaan dengan badan lain di luar perpustakaan untuk menyediakan data dan informasi bagi pemakai dengan tidak memandang asal data dan informasi tersebut. Jaringan ini dapat bersifat formal maupun informal. Jaringan informasi informal terdapat pada berbagai jaringan dokumentasi dan informasi di Indonesia, yang bekerja sama tanpa ada pernyataan tertulis di antara peserta. Gagasan Jaringan Kerjasama Perpustakaan Sekolah Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa jaringan perpustakaan diisyaratkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Tetapi, apakah mungkin membentuk jaringan kerjasama perpustakaan tanpa memerlukan perangkat tenologi informasi? Kenyataannya hanya beberapa perpustakaan sekolah saja yang baru memulai memanfaatkan teknologi informasi untuk kegiatan perpustakaannya. Bahkan, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Sumatera Barat tahun 2004/2005 seperti terlihat pada tabel di bawah ini, dari 4.819 sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) yang berada di Sumatera Barat, hanya 1.352 sekolah yang memiliki perpustakaan. Pertanyaan selanjutnya, sudah perlukah jaringan kerjasama tersebut? Jawabannya bisa sangat beragam. Tergantung dari sudut pandang dan kepentingan pada saat itu. Bila sepakat bahwa keberadaan perpustakaan sangat membantu peningkatan mutu pendidikan, maka jaringan kerjasama tersebut sangat diperlukan. Sebaliknya, bila mutu pendidikan dapat ditingkatkan tanpa perpustakaan, maka jaringan kerjasama tidak akan ada manfaatnya. Bila mutu pendidikan diukur dari keberhasilan siswa dalam Ujian Nasional (UN), maka mutu pendidikan di Sumatera Barat tertinggal dari provinsi lain. Berdasarkan data Balitbang Depdiknas, peringkat lulus Ujian Nasional SMP/MTs, SMA/MA dan SMK Sumatera Barat belum juga mampu berada di peringkat sepuluh besar. Pada table 2 dapat kita lihat posisi Sumatera Barat untuk tingkat nasional dan pada Tabel 3 posisi Sumatera Barat untuk Wilayah Sumatera. Beberapa sekolah sudah mulai berinisiatif membentuk jaringan kerjasama. Pada tahun 2006, sebanyak 75 orang pekerja Informasi sekolah membentuk Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) di Hotel Sahira, Bogor pada Sabtu. Pertemuan sehari pengelola perpustakaan sekolah, umumnya berasal dari perpustakaan sekolah swasta di Indonesia.

Di Sumatera Barat, gagasan untuk melakukan kerjasama sejenis belum pernah terealisasi. Masalah utama adalah ketidakpahaman pengguna perpustakaan terhadap manfaat dari kerjasama tersebut. Selain itu, kurang berperan aktifnya Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) untuk mendorong terbentuknya jaringan kerjasama antarperpustakaan sekolah. Jaringan kerjasama tidak selalu memerlukan teknologi informasi, seperti internet. Secara sederhana, masing-masing perpustakaan menghimpun koleksi unik yang mungkin tidak dimiliki oleh perpustakaan lainnya. Misalkan saja setiap perpustakaan dapat menghimpun setiap karya ilmiah yang ditulis oleh guru-guru sekolah tersebut ke dalam bentuk media digital (compact disc), maka koleksi tersebut dapat ditukarkan dengan koleksi perpustakaan lainnya. Tetapi dengan semakin banyaknya pengetahuan yang tersebar dalam file-file flat tersebut, ditambah lagi tersedianya berbagai macam format dokumen elektronik, masalah kembali muncul yaitu sulitnya pengorganisasian, membuat pertanyaan, membuat dokumen ebook, kecepatan pencarian ulang, dan mengatur pengetahuan dalam file-file flat yang berbeda format dalam jumlah banyak ke dalam satu wadah yang sederhana. Ide untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan dari sumber-sumber yang berbeda ke dalam satu wadah adalah aplikasi database manajemen pengetahuan dalam bentuk “relational database” yang dapat digunakan untuk belajar di rumah, di sekolah dan di perusahaan. Keuntungan menyimpan pengetahuan dalam suatu database adalah: • Hemat uang: Satu keping DVD mampu menyimpan kumpulan soal setara dengan 555 kg kertas sehingga menghemat kertas dan tinta untuk mencetak. • Hemat waktu: Guru-guru dapat menggunakan waktunya lebih produktif dengan meringkas mata pelajaran. Ringkasan mata pelajaran bisa digunakan ulang untuk tahun ajaran berikutnya sehingga tidak perlu membuat ulang dari awal kecuali melakukan revisi, yang bisa dilakukan dengan cepat dan mudah karena pengetahuan disimpan dalam satu tempat yaitu database. • Belajar Cepat: Mempelajari ilmu pengetahuan langsung dari pertanyaan-pertanyaan dan pembahasannya adalah salah satu teknik belajar cepat yang dapat diterapkan dan dapat meningkatkan keingintahuan peserta didik. Kembangkan keingintahuan dan dapatkan pengetahuan dengan cepat. • Perpustakaan: Kumpulan pengetahuan disimpan di laboratorium komputer sekolah yang bisa diakses oleh siswa untuk bahan belajar. Jika telah tersedia kumpulan pengetahuan dalam bentuk database, maka sekolah telah mempunyai perpustakaan elektronik yang jauh lebih menyenangkan bagi murid untuk belajar. • Kerjasama dan Kecepatan: Jika sekolah-sekolah dapat saling bertukar database, maka perpustakaan elektronik akan tumbuh besar dan lengkap dalam waktu yang cepat. Skenario yang pernah digagas oleh BOCSoft eQuestion adalah menghimpun pengetahuan yang menjadi kekuatan di masing-masing sekolah. Jika terdapat 100 sekolah yang masing-masing memiliki kumpulan database pengetahuan dan saling bertukar database, maka dalam tempo singkat mereka telah membangun perpustakaan elektronik yang besar. Fleksibilitas yang ada dalam “relational database” memungkinkan menggabungkan isi dari satu database dengan database lainnya. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada format elektronik seperti .txt, .pdf atau format dokumen lainnya, apalagi menggunakan kertas seperti pada buku. Untuk kepentingan yang jauh lebih besar, mudah-mudahan institusi pendidikan tidak hanya bisa berkompetisi tetapi juga bisa berkolaborasi untuk saling berbagi sehingga mereka yang mempunyai keunggulan SDM dalam bidang ilmu tertentu dapat menularkannya kepada SDM sekolah-sekolah yang lain. Bayangkan dampaknya bila kumpulan-kumpulan pengetahuan tersebut ditempatkan dalam suatu situs internet dan bisa diakses oleh masyarakat luas. Akan tersedia kumpulan pengetahuan yang besar, lebih menyenangkan untuk belajar dan lebih murah didapat. Ini akan membantu sekali untuk percepatan belajar dan mengajar. Simpulan Tujuan dari jaringan kerjasama antarperpustakaan sekolah adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Namun, usaha ke arah tersebut masih belum optimal dilakukan, baik oleh Perpustakaan Daerah yang bertindak sebagai pembina perpustakaan, Pemerintah Daerah, maupun oleh Ikatan Pustakawan Indonesia. Padahal sangat disadari bahwa hampir semua perpustakaan memiliki masalah yang sama, yaitu keterbatasan, koleksi, anggaran dan SDM. Menoptimalkan jaringan kerjasama merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Kalau ada niat, sesuatu yang dianggap tak mungkin, bisa saja terwujudkan.

1 komentar: