Jumat, 23 Januari 2009

Minoritas Muslim Asia Tenggara

Oleh : DR.H. Saifullah SA., MA

Kajian-kajian tentang minoritas Muslim mulai menjadi perhatian para ahli terutama Barat, sejak tahun 1950-an. Hal ini dipicu oleh banyaknya negara-negara yang memerdekakan diri mereka melalui perjuangan patriotik kolektif mereka sendiri. Namun kemudian, fenomena ini menimbulkan kecenderungan regionalisasi yang menimbulkan frakmentasi ras, suku dan komunitas agama.

Tema minoritas, kemudian semakin menarik karena Islam mengajarkan untuk tidak mengenal batas-batas terrtorial dan geografis. Perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah-tengah lingkungan non Muslim, telah menimbulkan solidariras umat Islam dalam batas-batas tertentu. Fakta ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji dan mengenal muslim minoritas di Negara-negara Asia tepatnya Asia Tenggara.
Kehadiran Islam di Asia Tenggara sebagai sebuah wilayah teritorial yang memiliki negara-negara tertentu dengan penduduk minoritas Muslim, pada awalnya bermula di Samudera Pasai, tepatnya di pantai laut Sumatera bagian Utara sekitar abad ke-7 M/1 H yang dibawa oleh para pedagang Arab dan sebagian sejarawan mengatakan dibawa oleh orang India dan Persia. Semenjak kehadiran Islam di Asia Tenggara boleh dikatakan bahwa Asia Tenggara merupakan daerah yang mempunyai penduduk Muslim terbesar di dunia, bahkan menurut berbagai sumber jumlah penduduk Muslim Asia Tenggara melebihi jumlah penduduk Muslim di kawasan Timur Tengah.
Berdasarkan catatan dan laporan para sejarawan bahwa jumlah penduduk Muslim yang mayoritas di Asia Tenggara adalah Indonesia, Malaysia dan Brunai Darsussalam. Azyumardi Azra mengatakan bahwa sejak beberapa tahun terakhir sejumlah pengamat dunia Islam atau Islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komentar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia. Fazlur Rahman (alm) misalnya, pada pertengahan dekade 1980, setelah berkunjung ke Indonesia menyatakan optimismenya terhadap perkembangan Islam di kawasan ini dan memprediksikan kebangkitan Islam terjadi bukan di kawasan lain, tetapi adalah di Asia Tenggara.
Akan tetapi disamping banyak negara di Asia Tenggara yang berpenduduk mayoritas Muslim, ada juga penduduk yang minoritas Muslim pada suatu negara di Asia Tenggara dan nasib mereka memprihatinkan karena mendapat perlakuan kurang baik dari pemerintah dengan membatasi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan peluang kerja di pemerintahan akhir-akhir ini. Seperti yang dikatakan oleh Maidir Harun Dosen Pascasarjana IAIN IB Padang pada hari Sabtu tanggal 24 Juni 2006, menyatakan bahwa waktu mengikuti acara dalam rangka membicarakan nasib minoritas muslim pada suatu negara, berkesimpulan bahwa pada saat ini minoritas Muslim di suatu negara telah mendapatkan perlakuan yang baik dari pemerintah. Namun, suatu hal yang sangat delematis yang dihadapi sekarang oleh Muslim minoritas adalah para penduduk Muslim boleh sekolah di sekolah Muslim, tetapi dalam kesempatan pekerjaan di pemerintah mereka tidak mendapatkan kesempatan sama sebagaimana penduduk mayoritas lainnya.
Adapun negara yang minoritas Muslim dewasa ini di Asia Tenggara adalah Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Myanmar. Muslim ini tidak mendapatkan hak yang sama dengan penduduk lainnya dalam kesempatan pendidikan dan bekerja disamping persoalan keagamaan dan sosial. Semua ini terjadi adalah sebagai akibat dari faktor sejarah dan politik ditambah dengan pesan-pesan media yang menyatakan umat Muslim kejam, tidak dapat dipercaya dan cenderung anarkis.
Kondisi ini telah menjadi persoalan yang tidak terpecahkan sampai sekarang baik di negara tersebut maupun didunia internasional. Namun dalam kesempatan ini, pemakalah akan mencoba membicarakan tentang kondisi minoritas Muslim di Asia Tenggara hanya terfokus pada negara Thailand, Filipina dan Myanmar. Negara ini pemakalah ambil sebagai topik pembicaraan karena menurut pemakalah tiga negara ini cukup mewakili bagaimana kondisi minoritas Muslim di negara-negara Asia Tenggara lainnya.

B. Minoritas Muslim di Thailand, Filipina dan Myanmar
1. Thailand
Thailand yang ber-ibukota-kan Bangkok 90 % penduduknya beragama Budha Theravada (kira-kira 54 juta jiwa) dan penduduk Muslim kira-kira 4 juta jiwa dengan memiliki sekitar 2.300 mesjid sebagai tempat beribadah dan pertemuan antara seorang Muslim dengan Muslim lainnya. Adapun Muslim Thailand terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu kelompok yang menegaskan identitas sendiri sebagai Muslim Melayu dan bermukim di Thailand Selatan dan Muslim Thai yang bermukim di Thailand Tengah dan Utara.
a. Proses Islamisasi
Islam masuk ke Thailand diperkirakan pada abad ke-10 M atau ke-11 M, dibawa oleh para pedagang Arab dan tempat pemukiman Islam pertamanya adalah bagian selatan yang lebih dikenal dengan Pattani. Proses penyebaran Islam dilakukan oleh para guru sufi pengembara dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India. Bukti kehadiran Islam di Thailand dibuktikan dengan peninggalan arkeologis, yaitu ditemukan sebuah batu nisan yang bertuliskan tulisan Arab di dekat kampung teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang berangka tahun 1028 M.
Lebih kurang 300 tahun keberadaan Islam di Pattani, terbentuk kerajaan Islam di Pattani dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Sulaiman Syah yang berkuasa dari tahun 1357 M-1398 M. Dengan berdirinya kerajaan Islam tersebut telah semakin mempermudah proses Islamisasi penduduk di Pattani yang akhirnya kerajaan Pattani memperoleh kejayaan di Thailand secara umum dan di Pattani secara khusus.
Pada masa jayanya, Pattani merupakan kerajaan Melayu Islam yang penting dan menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara. Adapun kekuasaan Pattani adalah meliputi kawasan pesisir Timur Semenanjung Malaka, Teluk Siam dan kawasan laut Pantai Cina Selatan seperti Narathiwat (Talibun), Yala (Jalor) dan sebagian dari Sanggora (Sangkola), Sebayor dan Tibor. Dalam catatan sejarah sebenarnya kerajaan Islam Pattani juga pernah menaklukkan Siam, yakni pada masa Sultan Muzaffar Syah bersama adiknya Sultan Mansur Syah yang berhasil merebut Syam. Kekuasaan Pattani juga pernah meliputi beberapa kawasan yang kini berada dalam wilayah Malaysia seperti Kelantan, Kuala Trengganu dan Pethalung.
Akan tetapi semenjak abad ke-14 M, Thailand mulai melakukan penyerangan dan penaklukan terhadap semenanjung Malaya yang memuncak pada tahun 1767 M. Penaklukkan ini telah mengambil alih kekuasaan negara-negara Muslim Jays (Chaiya), Grahi (Surat-Tsani) dan Ligor ke dalam Imperium Thai. Kemudian dari Ligor inilah orang Thai memperluas penaklukannya ke selatan, seperti Bedelung (Pathalung), Senggora (Songkhla) dan Setul (Satun).
Sepanjang abad ke-19 M, persaingan menaklukkan sisa Semenanjung Malaya meletus antara Inggris dengan Thailand yang dimenangkan oleh Thai pada tahun 1832 M. Akibatnya Muslim semakin di tekan, tanah-tanah mereka diambil alih dan masyarakat Muslim diperlakukan secara tidak wajar.
b. Kondisi Sosial Muslim Pattani Setelah Ditaklukkan oleh Thailand
Kegagalan kerajaan Islam Pattani mempertahankan kekuasaannya di Thailand khususnya Pattani telah menjadi jalan mulus bagi bangsa Thai menguasai Islam secara keseluruhan. Penderitaan Muslim atas perlakuan tidak wajar, apalagi kebijakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan kepentingan Muslim sedikit pun ditambah kebijakan pemerintah tentang devide et impera dengan membagi-bagi daerah Pattani menjadi beberapa daerah yang lebih kecil. Kemudian pada tahun 1902 M Rama V Chulangkom penguasa Siam menghapus kedaulatan raja-raja Pattani yang kemudian membagi lagi wilayah Pattani menjadi empat, yakni Pattani, Yala, Saiburi dan Narathiwat.
Selanjutnya pada tahun 1939 M masa pemerintahan Phibhun Songkhram, pemerintah memberlakukan aturan tentang cara berpakaian muslim harus mengikut pola Barat dan bahasa Melayu dikurangi pengaruhnya dan diganti dengan bahasa Thai. Raja juga mengumandangkan supaya umat Islam mengesampingkan beberapa ajaran Islam. Bahkan menurut penafsiran sebuah sumber bahwa dekrit ini mengharuskan Muslim menyembah Patung Buddha. Kemudian Muslim juga dipaksa mengambil nama-nama Thai dan melarang memakai nama-nama Islam (Arab) serta sekolah-sekolah Muslim dihancurkan. Penderitaan yang tak kalah penting lagi yang dialami oleh Muslim adalah pemerintah tidak peduli dengan perayaan-perayaan Islam, Muslim dianiaya, ditahan dan kadang-kadang malah membunuh para pemimpin agama dan politik Muslim antara tahun 1973 M dan tahun 1975 M.
c. Perlawanan Muslim Pattani
Penderitaan yang sangat mendalam yang dialami oleh Muslim Pattani, telah melahirkan berbagai perlawanan yang berujung pada diperolehnya kemerdekaan oleh Muslim Pattani dari pemerintah Thailand untuk melaksanakan ajaran dan kepercayaan Muslim. Berkat perjuangan yang sengit pada awalnya adalah menuntut kebebasan beragama, setelah lahirnya beberapa barisan-barisan pembebasan seperti Barisan Islam Pembebasan Pattani (BIPP) yang ditubuhkan pada tahun 1959 oleh Tengku Abdul Jalil bin Tengku Abdul Mutalib bekas pimpinan Gabungan Melayu Patani Raya (GEMPAR). Selanjutnya para demonstrasi semakin hari pengikutnya meningkat secara drastis dalam rangka menuntut kebebasan dari pemerintah Thai dan juga menuntut kebebasan dalam melaksanakan agama dan kebebasan dalam memakai nama untuk anak-anaknya.
Gerakan pembebasan Pattani semakin meningkat drastis pada tahun 1968 hingga tahun 1975. Gerakan-gerakan ini tidak pelak lagi melakukan berbagai penentangan terhadap pemerintah Thailand yang membuat pemerintah gentar. Sejak awal tahun 1980-an pemerintahan Thai melakukan program pembangunan ekonomi dan sosial di empat buah wilayah di Thailand selatan yang tujuannya adalah untuk melemahkan perjuangan gerakan pembebasan Pattani.
Di lain pihak, usaha bujukan pemerintah dilakukan dengan cara mengajak Muslim Pattani untuk berdiplomasi dalam memperoleh kemerdekaan yang dipelopori oleh Fourth Army Region (FAR) supaya konflik terhenti. Bujukan mereka adalah akan memberikan kebahagiaan kepada penduduk Thailand bagian selatan dan dia membujuk supaya pejuang pembebasan menyerahkan diri kepada pemerintah Thai.
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya secara organisasi pemerintahan, muslim Pattani tetap dianggap sebagai masyarakat Thailand dan mereka dirangkul untuk bergabung dengan pemerintahan. Cara yang akan ditempuh adalah melakukan perundingan dengan pihak pemerintah supaya konflik dalam negeri dapat dipecahkan secara musyawarah.
Akan tetapi gerakan pembebasan tetap melakukan perlawanan kepada pemerintah yang semakin hari semkin meningkat jumlahnya. Dari gerakan pembebasan Pattani tersebut yang berada dibarisan depan adalah selain BIPP adalah Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani(BRN-Kongres) yang dibentuk pada tahun 1970-an sebagai pemisahan diri Nusa Jalil Abdul Rahman dari Barisan Revolusi Nasional (BRN) yang dibentuk pada tahun1960 oleh H. Karim bin Hasan. Kemudian adalah Gerakan Mujahidin Patani (GMP) yang dibentuk pada tahun 1989 oleh Tengku Mahyuddin Muhammad bekas pengurus BIPP dan gerakan yang lain adalah Patani United Liberation (PULO) yang didirikan pada tahun 1968 oleh Tengku Bira Kota Nila.
Gerakan-gerakan di atas akhirnya menggabungkan diri dalam pencapaian kemerdekaan Pattani pada pertengahan 1991 yang diberi nama Barisan Bersatu Kemerdekaan Patani (BERSATU) atau United Fronts for Patani Independence. Sebagai presidennya yang pertama adalah Wahyudin Muhammad yang berasal dari pengurus GMP. Melihat gerakan Pattani yang semakin gencar apalagi di bawah komando BERSATU, pemerintah Thailand dengan FAR kembali melakukan negosiasi dengan BERSATU untuk melakukan diplomasi dalam pencapaian kemerdekaan.
Berkat pertimbangan yang matang dan membaca situasi karena keterlibatan negara ketiga akhirnya pemimpin-pemimpin pejuang Patani mengadakan persidangan dari tanggal 4-5 Juli 1995. Hasil persidangan terbentuk Komite Perundingan Rakyat Melayu Petani (KPRMP) yang dianggotai oleh tujuh barisan pembebasan, yaitu BIPP, BRN-Kongres, GMP dan PULO yang telah tergabung ke dalam BERSATU dan Barisan Revolusi Nasional (BRN), Gerakan Ulama Patani (GUP) dan Patani United Liberation Organization 88 (PULO 88). Adapun pengurus dari KPRMP ini adalah Dr. Mahdi Daud yang telah dilantik pada bulan Agustus 1994 sebagai presiden BERSATU.
Setelah terbentuk KPRMP, gerakan-gerakan kebebasan semakin gencar dilakukan oleh Muslim karena gerakan yang selama ini terpisah satu sama lainnya sudah mempunyai tekad yang sama yaitu memperoleh kemerdekaan dari pemerintah Thailand secara penuh. Sampai sekarang gerakan-gerakan tersebut tetap bertahan dan secara politis sebenarnya sangat mengganggu ketenangan roda pemerintahan.
d. Kondisi sosial dan pendidikan masyarakat Muslim Patani dewasa ini
Berdasarkan catatan tahun 1976 tercatat bahwa jumlah Muslim di Pattani adalah sekitar 5.250 jiwa (11,9%) dari penduduk Thailand secara keseluruhan. Muslim Pattani secara terperinci hidup di empat wilayah, yaitu di Selatan sebanyak 2.820 jiwa dengan jumlah mesjid sebanyak 1.695 buah. Sementara di bagian Tengah jumlah Muslim sebanyak 1.210 jiwa (9.0%) dengan jumlah mesjid sebanyak 364 buah dan di bagian Timur Laut adalah sebanyak 930 jiwa (6.0%) dengan mesjid sebanyak 18 buah. Sementara di bagian Utara jumlah Muslim adalah sebanyak 290 jiwa dengan mesjid 1 buah.
Sementara dalam urusan hukum, hukum keluarga Muslim diberlakukan di empat provinsi Selatan, yaitu Pattani, Narathiwat, Songkhla dan Yala dengan daerah seluas 14.010 kilometer persegi, sedangkan pengamalan agama adalah mazhab Syafi'i. Dalam masalah pendidikan, didirikan sekolah-sekolah untuk Muslim dan disana anak-anak didik baik masalah akhlak, budi pekerti, sejarah Islam dan lain sebagainya.
Berdasarkan data yang ada bahwa tempat pendidikan yang khusus tempat pendidikan Muslim berjumlah sebanyak 400 sekolah Muslim, disanalah umat muslim didik ditambah lagi dengan sebuah perguruan tinggi Islam. Semua dilakukan pemerintah karena di sekolah-sekolah negeri Islam tidak diajarkan. Namun suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, ternyata setelah pelajar muslim selesai berpendidikan di sekolah Muslim mereka tidak mendapatkan tempat yang sama dengan penduduk Thailand lainnya di pemerintahan.
Semua ini terjadi karena orang yang di terima bekerja di pemerintahan adalah orang yang mempunyai ijazah negeri dan syarat-syarat yang khusus (skil) baik dari segi bahasa maupun dari segi tertentu lainnya secara pemerintahan seperti yang terjadi di negara Belanda. Orang (pendatang) yang tidak bisa berbahasa Belanda dengan baik tentu mereka tidak dapat diterima bekerja di pemerintahan karena dalam urusan administrasi sebenarnya mereka sudah terkendala. Penyebab lain juga karena orang-orang muslim yang melamar pekerjaan mereka berasal dari pendidikan pondok yang tidak mempelajari ilmu-ilmu pasti. Mereka hanya mempelajari kitab kuning dan kitab-kitab lainnya yang secara akademisi intelektual sangat sulit bersaing dengan orang-orang yang berpendidikan umum.

2. Filipina
Filipina merupakan salah satunya negara Kristen di Asia Tenggara dewasa ini, penduduk Kristen berjumlah 80%, sedangkan umat Islam adalah penduduk minoritas yang tinggal di Pulau Mindanau, Sulu, Palawan dan sekitarnya. Adapun proses masuknya Islam ke Filipina adalah melalui Filipina bagian selatan yang datang dari Sulawesi dan Sumatera. Masuknya Islam ke Filipina merupakan proses islamisasi terakhir di Asia Tenggara yang bermula dari Sulu yang dibawa oleh para pendakwah yang dilakukan oleh para mubaligh dan juga melalui penguasa politik.
a. Proses Islamisasi
Pada abad ke-7 M, pulau-pulau yang membentuk Filipina sekarang berada dalam keadaan Islamisasi yang maju. Negara Muslim memperluas pengaruhnya atas pulau Sulu, Basilan, Palawan, Negros, Panay, Mindoro dan Iloco di sebelah utara pulau-pulau Luzon. Namun menurut Wan Kamal Mujani bahwa banyak penulis yang menyatakan Islamisasi di selatan Filipina merujuk kepada silsilah Sulu, orang pertama yang memperkenalkan Islam ke Sulu adalah Tuan Mashika pada abad ke-13 M. Selanjutnya penulis lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Filipina adalah pada tahun 1365 M dan setelah itu Islam mulai mengembangkan sayapnya di Filipina.
Pada tahun 1434 M-1465 M salah seorang pendakwah Islam yang datang ke Filipina, Syarif abu Bakar mendirikan pemerintahan Islam pertama kalinya dan semenjak itu hampir seluruh Filipina di kuasai. Pada tahun 1486 M Syarif Muhammad bin Ali yang datang dari Johor dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sultan Mengendonoa. Sekitar tahun 1520 disusul oleh kerajaan Islam di Manila yang berada di bawah kekuasaan salah satu keluarga Kesultanan Brunei yang bergelar Datu atau Rajah.
Akan tetapi kedatangan bangsa Spanyol pada tahun 1565 M telah mengubah dunia Filipina menjadi Kristen melebihi kekuasaan Islam, bahkan Islam hidup di bawah rongrongan Kristen. Hal ini telah membuat Muslim melakukan penentangan kepada Spanyol, karena dengan pendirian koloni dengan nuansa kristenisasi telah menghambat proses islamisasi secara langsung. Penyebaran Islam terhenti di Sulu dan Mindanau serta berbagai konflik muncul antara Muslim dengan Spanyol.
Akhirnya konflik antara Muslim dengan Spanyol telah berujung dengan terjadinya peperangan dan Muslim Filipina dinamakan oleh Spanyol dengan orang Moro yang merupakan suatu penghinaan terhadap Muslim. Tahun 1578 M Spanyol juga melibatkan orang-orang Filipina Utara yang telah terkristenkan dalam peperangan melawan umat Islam. Kondisi inilah sampai saat ini yang menimbulkan kebencian, pertikaian dan rasa tidak percaya Kristen Filipina terhadap umat Islam di Filipina Selatan.
Pada tahun 1896 M, Presiden Mc Kinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina dalam rangka mengkristenkan masyarakat Filipina dan Amerika berhasil menaklukkan daerah jajahan Spanyol, tetapi Sulu melakukan perlawanan. Pada tahun 1914 setelah melakukan perjuangan yang lama Amerika berhasil menaklukkan Sulu. Pada tanggal 11 Maret 1915 M, Raja (Sultan) dipaksa turun tahta, tetapi mereka tetap diakui sebagai komunitas Muslim dan pada bulan April 1940 M Amerika menghapuskan Kesultanan Sulu dan menggabungkan Bangsa Moro ke dalam Filipina.
b. Kondisi Muslim Masa Kekuasaan Asing dan Filipina
Semenjak Filipina dan beberapa daerah Islam dikuasai oleh Spanyol dan digantikan oleh Amerika, kondisi Muslim sangat menyedihkan karena mereka dipaksa masuk Kristen dan diperlakukan secara tidak baik oleh penjajah. Kondisi semakin buruk disaat Amerika menyatukan Muslim Moro dengan masyarakat Filipina. Pemerintah Filipina memperlakukan Muslim secara tidak baik dan mereka bekerja sama dengan Amerika untuk melakukan pembunuhan terhadap Muslim dan desa-desa mereka dibakar.
Kondisi seperti ini telah melahirkan semangat perjuangan bagi Muslim melakukan perlawanan terhadap penjajah dan Pemerintah Filipina untuk mempertahankan diri. Penduduk Muslim menderita kesulitan yang luar biasa selama sepuluh tahun terakhir karena keganasan tentara Filipina yang mencoba menghancurkan keinginan Muslim untuk bertahan dan hidup terhormat sebagai Muslim. Sejumlah besar desa Muslim dihancurkan, sehingga banyak pengungsi Muslim yang lari ke Sabah (Malaysia).
Dari bulan Maret 1968 M sampai Maret 1982 M, lebih dari seratus ribu orang sipil Muslim dibunuh oleh tentara Filipina, tiga ratus ribu rumah dihancurkan dan lima puluh desa, kota kecil dan besar telah diratakan oleh tentara Filipina termasuk ibu kota tua Muslim, yaitu Jolo. Tindakan ini melahirkan gerakan perlawanan dari Muslim Filipina dengan berbagai macam model perlawanan, ada yang melalaui pemberontakan seperti kelompok yang berasal dari kesultanan Sulu telah berjuang untuk mendirikan Negara Sulu yang merdeka. Kemudian disusul oleh gerakan Hajal Ouh Movement yang juga berjuang untuk memerdekakan Sulu, Basilan dan Zamboanga, tetapi gerakan ini tidak berjalan begitu lama karena Hajal Ouh dibunuh oleh tentara Filipina.
c. Perlawanan Moro (Muslim Filipina)
Sejak tahun 1570-an Spanyol telah menerapkan politik divide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mission sacre (misi suci kristenisasi) terhadap Muslim di Filipina. Pada tahun 1898 ditanda tangani Traktat Paris yang mengalihkan kekuasaan Filipina kepada Amerika, sehingga sejak saat itu Amerika menjadi penguasa di Filipina. Pada tahun 1914-1920 Amerika melancarkan program pengintegrasian bangsa Moro (Muslim) dan pada tahun 1919 pemerintah Filipina mendapat hak legislatif untuk menguasai tanah Moro. Selanjutnya pada tahun1944 terjadi transmigrasi besar-besaran penduduk Filipina Utara ke wilayah Mindanau, yang berakibat semakin meningkatnya pertikaian-pertikaian antara Muslim dengan penduduk Filipina.
Kebijakan yang telah terjadi dalam rentang waktu yang panjang telah membuat Muslim Filipina harus memperjuangkan kemerdekaannya supaya dapat bebas sebagaimana masyarakat Filipina lainnya. Penderitaan Muslim yang tidak kalah pelak itu semakin diperparah ketika Ferdinand Marcos berkuasa pada tahun 1965 memperlakukan Muslim secara tidak wajar dan melakukan tekanan-tekanan terhadap Muslim. Akibatnya Muslim semakin menyadari dan menginginkan hidup di dunia yang merdeka, bebas berbuat, bebas pergi kemana tempat yang disuka dan lain sebagainya.
Pada tahun 1968 para politisi Muslim mendirikan Muslim Independent Movement (MIM) yang dipelopori oleh Udtog Matalam yang bertepatan pada tanggal 1 Mei 1968. Pada tahun 1971 berdiri Moro Liberation Front (MLF), namun karena perbedaan visi dan orientasi MLF kemudian pecah menjadi dua kelompok, yakni kelompok nasionalis-sekuler yang dipimpin oleh Nur Misuari yang mendirikan Moro National Liberation Front (MNLF) dan kelompok Moro Islamic Liberation Front (MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat.
Dengan berdirinya lembaga-lembaga tersebut, maka perjuangan Moro telah disalurkan melalui lembaga itu, namun semenjak tahun 1972 perjuangan kemerdekaan diambil alih oleh MNLF yang diketuai oleh Nur Misuari yang mendapat sokongan dari Organisation of the Islamic (OIC), Islamic Conference of Fereign Ministers (ICFM) dan Presiden Libya (Muammar Gaddafi). Berkat perjuangan MNLF baik melalui diplomasi maupun melalui perlawanan fisik akhirnya dalam kongres pertama MNLF pada tahun 1974, MNLF mengumumkan berdirinya Republik Bangsa Moro, sebuah negara yang bebas dan merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan Muslim untuk mewujudkan kemerdekaan penuh, telah melahirkan suatu kesadaran kepada pemerintah Filipina dengan langkah diadakan suatu pertemuan dengan Muslim secara langsung dalam rangka merundingkan problem Muslim. Usaha perundingan dilakukan pada masa presiden Fidel Ramos yang berkuasa semenjak tahun 1992. Pertemuan diadakan pada tahun 1993 antara Nur Misuari dengan pihak Filipina, dengan hasil pemerintah memberikan otonomi di empat wilayah selatan sebagai tempat bernaungnya orang Muslim.
d. Kondisi Sosial dan Pendidikan Moro
Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan yang panjang dan berkat keterlibatan dunia internasional telah mengantarkan Muslim Filipina memperoleh kemerdekaan dengan program otonomi. Akhirnya Muslim yang pada mulanya hidup di bawah rongrongan penjajah dan pemerintah yang beragama Kristen akhirnya bisa hidup di bawah naungan Islam dan bebas untuk menjalankan syariat. Hukum keluarga diberlakukan hukum Islam dan kantor KUA didirikan sebagai sebuah lembaga yang berfungsi sebagai tempat mengadukan atau memecahkan masalah muslim, terutama dalam hal perkawinan. Adapun dalam bidang pendidikan mereka dapat sekolah di sekolah-sekolah Islam seperti madrasah dan sebagainya.
Akan tetapi satu hal yang membuat Muslim kesulitan adalah mereka tidak mendapat kesempatan yang berarti dalam memperoleh pekerjaan untuk bekerja di pemerintahan dan inilah nasib seluruh penduduk minoritas Muslim di dunia dewasa ini. Nasib seperti ini menimpa muslim karena muslim sangat mudah mengambil suatu keputusan tanpa memikirkan apa akibat dari semua itu. Kemudian muslim juga sangat mudah tersinggung dengan pembaharuan atau hal baru yang datang dari dunia Barat dianggap sebagai sesuatu yang haram atau kafir. Akibatnya muslim tidak maju dan intelektualnya tidak berkembang dengan baik mengikuti zaman sebagaimana penduduk lainnya yang non Islam.
Muslim dapat sekolah dimana yang disukai tetapi dalam lapangan pekerjaan ada aturan yang mengikat, bahwa seorang yang akan bekerja di pemerintahan harus berasal dari sekolah umum yang mempelajari ilmu pasti dan sebagainya yang sangat berguna sekali diruang kerja. Sementara perhatian pemerintah untuk kelengkapan prasarana sekolah muslim sangat tinggi, kalau sekolah rusak dibantu memperbaiki. Berdasarkan kondisi ini dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mendiskreditkan kaum muslim, hanya saja muslim tidak mempunyai kemampuan dan tidak memenuhi syarat untuk ikut sebagai pekerja pemerintahan.

3. Burma/Myanmar
Penduduk Islam di Myanmar merupakan kumpulan minoritas Muslim yang terbesar di Asia Tenggara. Mereka adalah penduduk yang memiliki nasib sama dengan penduduk Muslim di Thailand dan Filipina. Pemerintah Myanmar memperlakukan Muslim secara kejam, Muslim diusir dari negerinya, harta dirampas dan pemerintah juga menafikan hak kewarganegaraan mereka.
a. Proses Islamisasi
Islam masuk ke Myanmar khususnya wilayah Arakan adalah pada abad ke-1 H/7 M yang dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Akyab, ibu kota Arakan. Namun Muslim di Arakan dalam proses islamisasi memakan waktu yang lama untuk mewujudkan suatu kekuasaan, mereka baru dapat mendirikan Negara Islam Arakan pada abad ke-8 H/14 M. Proses penyebaran Muslim dari pantai Arakan kemudian lanjut ke selatan dan masuknya Islam ke Myanmar tidak hanya dibawa oleh para pedagang Arab, Muslim Malaysia dan India juga mempunyai peranan yang penting dalam penyebaran Muslim di Myanmar.
Muslim Burma terdiri dari dua kelompok etnik, yaitu yang berasal dari Indo Pakistan mereka hidup terutama di kota-kota besar mempunyai hubungan yang kuat dengan anak benua India dan yang lainnya berasal dari orang Burma (penduduk asli). Kemudian hukum keluarga Muslim berlaku dan sekitar 5.000 Muslim pergi melaksanakan ibadah haji setiap tahunnya. Di kota-kota besar, ada beberapa mesjid dan al-Qur'an diterjemahkan ke dalam bahasa Burma oleh suatu tim Muslim yang benar-benar menguasai materi tentang itu.
Kekuasaan Islam di Arakan berjalan lebih kurang selama 350 tahun dengan 48 orang sultan yang memerintah silih berganti, sehingga dijajah oleh Burma pada tahun 1784 dan penjajahan ini berlanjut dengan diambil alih oleh British pada tahun 1822. Pada tahun 1880-an orang-orang Islam di India berbondong-bondong hijrah ke Myanmar, sehingga jumlah Muslim semakin meningkat di Myanmar.
Pada tahun 1948 British memberikan kemerdekaan kepada Myanmar, dengan demikian Arakan daerah kekuasaan Islam menjadi daerah kekuasaan Myanmar. Hal ini membuat Muslim tidak senang, karena mereka diperlakukan secara kejam oleh pemerintah bahkan kewarganegaraan mereka dinafikan. Kondisi ini telah membuat Muslim menuntut agar mereka diberi otonomi untuk menjalankan pemerintahan sendiri.
b. Muslim Setelah Kemerdekaan Myanmar
Setelah Myanmar merdeka dari British pada tahun 1948, pemerintah Myanmar senantiasa waspada terhadap kedudukan Muslim yang penting di ibu kota Negara. Kemudian Muslim juga banyak yang mempunyai jabatan penting di pemerintahan disamping keterlibatan mereka dalam urusan perniagaan yang membuat Muslim memperoleh kemewahan dari hasil perdagangan. Hal ini telah melahirkan sentimen bagi pemerintah Myanmar dan akhirnya terjadilah kontroversi antara Muslim dengan orang Myanmar yang berakibat banyaknya nyawa orang-orang Islam yang menjadi korban.
Rasa sentimen yang begitu mendalam juga menyebabkan munculnya tindakan keganasan dari pemerintah Myanmar terhadap orang Muslim tanpa perikemanusiaan. Tahun 1930-an merupakan permulaan era kemelaratan dan penindasan bagi orang-orang Islam di Myanmar. Beberapa serangan kejam telah dilakukan terhadap Muslim pada tahun 1931 sampai 1938 dan serangan yang paling ganas serta kejam telah terjadi di Yangon dan Mandanay. Di perkirakan dalam peristiwa tersebut sebanyak 200 orang Muslim terbunuh akibat keganasan tentara Myanmar.
Tanah-tanah Muslim dirampas, pemerintah dengan masyarakat Buddha juga menindas masyarakat Islam dengan memeras uang dan memaksa mereka memberi opeti serta memenjarakan mereka dengan sewenang-wenang. Sebagian umat Islam di usir dan tidak boleh kembali kekampung halamannya. Menjelang tahun 1971 dan tahun-tahun berikutnya, kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim terus meningkat tajam. Pada tahun 1977 pemerintah Myanmar melancarkan Operasi Raja Min yang juga dikenal dengan Operasi Naga Min, yaitu operasi benci untuk memeriksa semua penduduk dan mengklasifikasikan mereka kepada dua kategori, yaitu penduduk Burma dan rakyat asing.
Orang-orang Buddha mulai di tempatkan di daerah-daerah Muslim dan mesjid-mesjid dibakar, gedung-gedung perniagaan milik orang-orang Islam di kota Akyab juga dibakar. Orang-orang Islam diejek, dipukul dan dibunuh sewenang-wenang, wanita-wanita diperkosa serta sebagian besar dipaksa menikah dengan tentara Myanmar yang beragama Buddha. Kondisi yang lebih parah lagi pada tahun 1964 orang Muslim tidak dibenarkan lagi melaksanakan ibadah haji, walaupun pada tahun 1980 kebijakan itu dicabut tetapi perbelanjaannya sangat mahal dan terpaksa melalui berbagai prosedur yang sangat rumit.
c. Perlawanan Muslim
Perlakuan pemerintah Myanmar yang tidak baik terhadap Muslim telah membangkitkan semangat Muslim untuk melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap pemerintah Myanmar. Apalagi keinginan otonomi tidak mendapat sahutan dari pemerintah yang sangat kejam, semakin membuat Muslim sadar karena mereka sudah diotak atik oleh pemerintah sesuai seleranya. Puncak perlawanan Muslim terjadi pada tahun 1948 berlanjut sampai tahun 1954 yang dikenal dengan Pemberontakan Mujahid yang dipimpin oleh Kasim. Namun Kasim akhirnya tertangkap, tetapi perjuangan umat Islam terus berjalan sampai tahun 1961 dalam memperjuangkan kemerdekaan dari pemerintah.
Perjuangan yang pada mulanya sempat memudar akhirnya pada dekade 1970-an dan 1980-an kembali aktif. Semenjak itu, perlawanan umat Islam tidak henti-hentinya terhadap pemerintah yang selalu bertindak zalim terhadap umat Islam. Kemudian semenjak tahun 1980, Muslim dari daerah lain dipaksa keluar dari Myanmar dengan penganiayaan yang tidak kalah pelaknya dan ribuan Muslim lari ke Thailand dan Malaysia.
d. Kondisi Sosial dan Pendidikan Muslim Myanmar
Kondisi Muslim di Myanmar saat ini, menurut muslim mereka sangat teraniaya dengan perlakuan pemerintah yang sangat kejam, dan mereka merasa tidak mendapatkan tempat yang sama dalam urusan pekerjaan. Adapun dalam bidang pendidikan, mereka kalau sekolah di sekolah umum tidak akan mendapatkan pelajaran agama, sedangkan kalau sekolah di sekolah agama (Islam) mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di pemerintahan sebagaimana alumni pelajar umum lainnya. Namun hal yang tidak dilihat oleh muslim adalah bagaimana sebenarnya pemerintah telah berusaha memfasilitasi muslim dengan baik, baik dalam masalah pendidikan maupun dalam masalah perlakuan pemerintah.
Fasilitas pendidikan yang didapat oleh muslim adalah pemerintah mendirikan sekolah dan membantu untuk pembangunan mesjid. Semua ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah sangat memperhatikan masalah pendidikan warga tanpa membedakan antara pemeluk agama yang satu dengan lainnya. Kemudian muslim beranggapan bahwa pemindahan penduduk yang beragama Buddha ke daerah muslim dianggap sebagai program pemoritasan pemerintah terhadap muslim. Padahal secara kajian statistik program yang dijalankan oleh pemerintah adalah dalam rangka pemerataan penduduk dan menghindari kebanyakan/ledakan penduduk pada suatu wilayah tertentu.

C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Muslim sebagai penduduk yang minoritas di negara-negara Asia Tenggara mempunyai nasib yang sama, mereka diperlakukan secara kejam yang terkadang sudah jauh dari kemanusiaan.
2. Keberadaan Muslim di suatu negara sebagai penduduk yang minoritas, dalam masalah pendidikan tidak mendapatkan kebebasan secara penuh memilih sekolah yang disukai karena terikat dengan apa yang akan mau dicapai setelah tamat sekolah.
3. Penjajah selalu sengaja memunculkan suatu konflik dalam masyarakat, supaya saling percaya hilang diantara sesama penduduk.
4. Muslim selalu menjadi kelompok yang terasing dan tertindas oleh rezim penguasa.


2 komentar:

  1. Salam..
    Bapak yang terhormat,
    Setelah menelisik tentang Minoritas muslim di dua negara tadi mungkin banyak kalangan yang akan bertanya-tanya tentang sejauh mana penerapan hukumIslam itu dan adakah kodifikasi hukum Islam yang menjadi rujukan mereka ?

    BalasHapus
  2. salam..
    bapak yang terhormat,
    setelah saya baca karya tulisan bapak, di thailand sekarang masih konflik dan umat islam di sana diseksa-seksa, bagaimana cara kalau menurut bapak untuk membantui mareka?

    BalasHapus